PENGADAAN ASET
I.
Pengertian Manajemen Pengadaan Aset
Menurut Sugiama
(2013), “Pengadaan aset adalah serangkaian kegiatan untuk memperoleh atau
mendapatkan aset, baik yang dilaksanakan sendiri secara langsung oleh pihak
internal, maupun dari pihak luar sebagai mitra atau penyedia/pemasok aset
bersangkutan”. Sedangkan Manajemen pengadaan aset adalah "upaya merencanakan,
melaksanakan, dan mengendalikan seluruh rangkaian kegiatan dari awal hingga
akhir untuk mendapatkan aset berupa barang atau jasa baik yang dipenuhi sendiri,
maupun oleh pihak luar sebagai penyedia/pemasok secara epektif dan efisien". Tujuan manajemen pengadaan secara umum adalah untuk mendapatkan aset
berupa barang atau jasa baik yang dipenuhi sendiri, maupun oleh pihak luar
sebagai penyedia/pemasok secara epektif dan efisien.
Khususnya manajemen pengadaan aset
publik, tujuan manajemen pengadaan meliputi (Thai, 2008 dalam Sugiama, 2019):
1. Public confidence yakni untuk
menciptakan kepercayaan publik atas pengadaan bersangkutan. Berkenaan dengan
hal tersebut, di dalamnya mencakup penerapan prinsip akuntabilitas,
transparansi, equiti, dan prosesnya adil atau fair dealing.
2. Efficiency and effectiveness: yakni untuk
mewujudkan nilai uang tertinggi dalam pengadaan dan mencapai tingkat efisiensi
tertinggi sehingga meraih outcome.
3. Policy compliance and
consistency: yaitu untuk melaksankan kebijakan dan sesuai tuntutan yang berkembang,
misal kebijakan pengadaan berorientasi pada isu pelestarian lingkungan,
perluasan kesempatan kerja bagi penduduk setempat, peningkatan pendapatan mayarakat
miskin, dan lainnya.
Gambar 1 Dua Pihak dalam Transaksi Pengadaan Aset
(Sumber: Sugiama, 2019)
Gambar 2 Alternatif Cara Pengadaan Aset (Barang/Jasa)
(Sumber: Sugiama, 2019)
Ø Secara
komersial, barang adalah suatu benda
berwujud (tangible) bersifat langka yang dapat digunakan atau
dimanfaatkan, dan memiliki nilai untuk diperdagangkan.
Ø Secara
ekonomi, barang adalah suatu komoditi berwujud (tangible) yang dapat memuaskan
kebutuhan dan keinginan manusia, atau sesuatu benda berwujud apapun yang dicari
orang untuk menggunakan atau memakainya dan perlu pengorbanan usaha untuk
mendapatkannya.
Ø Jasa
adalah sesuatu yang bersifat tidak berwujud (intangible) jenis aktivitas yang
memiliki nilai ekonomi yang tidak dapat disimpan sebagai persediaan, dikonsumsi
dan diproduksi pada saat bersamaan, dan memberikan nilai tambah
II. Jenis dan Cara Pengadaan
Sesuai dengan pasal 3 Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010, secara umum
proses pengadaan barang/jasa dapat dilakukan melalui du acara, yaitu :
1.
Swakelola
2.
Pemilihan
penyedia barang dan jasa.
Secara lengkap cara pengadaan barang/jasa disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 1 Cara
Pengadaan Barang dan Jasa
Pengadaan dengan
Swakelola
|
Pengadaan yang
dilaksanakan Penyedia
Barang dan Jasa
|
Br/Jasa
Pemborongan
|
Jasa konsultasi
|
1. Swakelola oleh pengguna barang/jasa
2. Swakelola oleh instansi pemerintah lain
3.
Swakelola oleh kelompok masyarakat/LSM
4.
Penerima Hibah
|
1.
Pelelangan umum
2.
Pelelangan terbatas
3.
Pemeilihan langsung
4.
Penunjukan langsung
|
1.
Seleksi umum
2.
Seleksi terbats
3.
Seleksi langsung
4.
Penunjukan langsung
|
Sumber: Perpres No 54/2010 (dalam Sugiama, 2013).
Jenis pengadaan
berdasarkan tingkat risiko (Fleming, 2003:14 dalam Sugiama, 2019):
1.
Major (high risk)
complexity procurement
2.
Minor (low risk)
complexity procurement
3.
Routine buys of
COSTS (Commercial Off-The Shelf)
Jenis pengadaan
khusus (Fleming, 2003:14-21 dalam Sugiama, 2019):
1.
Special
procurements: done under corporate teaming arrangements
2.
Special
procurements: to other segments of the project’s company, typically called
interdivisional work.
III. Siklus Pengadaan Aset
Siklus pengadaan aset secara lengkap
disajikan dalam gambar berikut.
Gambar 3 Siklus Pengadaan Aset
(Sumber: Sugiama, 2014)
IV. Prinsip Pengadaan Aset
Menurut Sugiama (2013), guna
menciptakan dan menjaga Good Governance
an Clean Government, proses pengadaan harus melaksanakan prinsip-prinsip :
1.
Akuntabilitas
dan pengelolaan sumber daya secara efisien
2.
Mewujudkannya
dengan tindakan dan peraturan yang baik dan tidak berpihak (independen)
3.
Menjamin
terjadinya interaksi ekonomi dan social antara pihak terkait (stakeholders)
secara :
a.
Adil
b.
Transparan
c.
Professional
d.
Akuntabel.
Menurut Financce and Personnel UK
dalam Sugiama (2019), prinsip-prinsip pengadaan meliputi:
1.
Accountability, dapat dipertanggung
jawabkan terhadap seluruh kegiatan pengadaan. Akuntabilitas harus dicerminkan
dalam jumlah angka satuan keuangan (misal jumlah rupiah) atas seluruh risiko,
biaya dan pengeluaran untuk pengadaan barang/jasa bersangkutan. Akuntabilitas
adalah kemampuan memberi jawaban kepada siapapun termasuk kepada publik untuk
mempertanggungjawabkan semua pengeluaran dalam sebuah pengadaan. Pengadaan yang
akuntabel adalah yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan pada pemerintah,
publik/masyarakat, dan pemeriksa (to be responsible for our actions and
decisions);
2.
Competitive Supply: Pengadaan B/J
publik harus dilaksanakan dengan memberikan kesempatan kepada semua penyedia
barang dan jasa yang kompeten untuk mengikuti pengadaan;
3.
Consistency: semua penyedia
B/J harus mampu mengimplementasikan semua aturan dan kebijakan (konsisten) yang
berlaku sejak awal hingga tuntasnya proses
penyediaan B/J tersebut;
4.
Effectiveness: Semua pengadaan
B/J harus diarahkan untuk mencapai tujuan pemerintah, publik, dan lingkungan
sosial ekonomi masyarakat setempat. Setiap pengadaanB/J pemerintah harus sesuai
dengan azas maksimal (pemanfaatan B/J yang tepat guna);
5.
Efficiency: artinya seluruh
proses pengadaan mampu menggunakan berbagai sumber daya yang serendah mungkin
untuk mendapatkan B/J dalam kuantitas dan kualitas yang diharapkan, dan
diperoleh dengan waktu yang tersedia;
6.
Fair-dealing: sikap adil dan
tidak diskriminatif, pemberian perlakuan yang sama, termasuk melindungi
hak-hak semua calon penyedia B/J yang berminat
mengikuti proses penawaran bagi pengadaan B/J;
7.
Integration: Semua pengadaan
B/J harus memiliki keterkaitan dan berada dalam garis wewenang, tanggung jawab
serta kebijakan (in line) antara pemerintah, pihak pemasok maupun pihak lain
yang terkait dalam pengadaan tersebut;
8.
Integrity: Integritas
setiap pelaksana dan semua pihak terkait harus menjadi dasar pengadaan B/J
sehingga terhindar dari KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme);
9.
Informed
decision-making:
Setiap pengambilan keputusan dalam pengadaan B/J harus didasari oleh data dan
fakta yang akurat;
10. Legality: Semua rangkaian kegiatan dalam pengadaan
B/J harus dilandasi oleh aturan yang berlaku;
11. Responsiveness: Setiap pejabat dalam pengadaan B/J harus dapat menyerap aspirasi, harapan
dan kebutuhan publik;
12. Transparency:
Setiap pengadaan barang/jasa harus dilakukan secara terbuka dan selalu memberikan kesempatan untuk diklarifikasi oleh pihak manapun (publik) yang
memerlukannya.
V. Ruang Lingkup Pengadaan Aset
Ruang lingkup pengadaan asset
terbagi menjadi dua, ruang lingkup pengadaan secara umum dan secara khusus.
Menurut Sugiama (dalam paparan materi Kuliah Pengantar Manajemen Aset, 2019),
ruang lingkup manajemen pengadaan atau procurement
management mencakup:
1.
Perencanaan
pengadaan
2.
Pelaksanaan
pengadaan
3.
Pengendalian
pengadaan.
Sedangkan
cecara khusus berdasarkan
aktivitasnya, pengadaan barang atau jasa itu meliputi rangkaian kegiatan utama
a.
perencanaan
pembelian,
b.
analisis
dan pemilihan standar kualitas barang/jasa,
c.
pengumpulan
data dan informasi serta pemilihan pemasok,
d.
analisis
nilai atau value analysis,
e.
pendanaan,
f.
negosiasi
harga,
g.
menentukan
dan memutuskan pilihan harga,
h.
melakukan
pembelian,
i.
merancang
dan melakukan kontrak pembelian,
j.
memperhitungkan
pengendalian persediaan, dan
k. mempertimbangkan hubungannya
dengan kemungkinan
VI. Pengadaan secara Elektronik
Menurut Sugiama
(2019) "pengadaan secara elektronik atau e-procurement adalah sebuah sistem pengadaan aset yang
dilaksanakan dengan menggunakan teknologi dan transaksi secara elektronik
melalui fasilitas internet dan perangkat jaringan sistem informasi". Secara umum
pengadaan secara elektronik atau
e-proc juga dapat didefiniskan "sebuah sistem pembelian atau penjualan
barang/jasa antara perusahaan dengan perusahaan, antara perusahaan dengan
konsumen, atau antara perusahaan dengan pemerintah yang menggunakan internet
dan perangkat jaringan sistem informasi". Berdasarkan definisi itulah, istilah e-proc
juga dapat disebut supplier exchange.
E-procurement dapat dijalankan dengan mengaplikasikan
perangkat lunak (software) manajemen pasokan (supplier management)
yang rumit. Generasi baru dari e-procurement dikenal dengan sebutan on
demand atau software-as-a-service (SaaS), yakini perangkat lunak
yang memfasilitasi kompleksitas mulai
dari penawaran hingga menutup transaksi bersangkutan. Sebuah e-procurement
dirancang untuk menjamin kelancaran proses penghantaran nilai dalam sebuah
transaksi pengadaan, untuk itu sebuah e-procurement mencakup unsur:
1. manajemen indent (Indent Management)
2. pelelangan secara
elektronik (eAuctioning)
3. manjemen penjual/vendor (vendor
management)
4. manajemen daftar
spesifikasi barang, jenis barang dan harga bararang (Catalogue Management)
5. Manjemen kontrak (Contract
Mangement)
E-procurement tujuannya sama
dengan pengadaan secara tradisional yakni meliputi
1. pencarian dan pembelian barang/jasa yang
tepat,
2. membeli dari pemasok yang tepat,
3. pembelian pada waktu yang tepat,
4. tempat pembelian yang tepat, dan
5. pengadaan dalam jumlah yang tepat
Pada
e-procurement seluruh proses transaksi dilaksanakan secara elektronik. Untuk
itu, e-procurement terutama mencakup:
Request for Information, Request for Proposal, Request for
Quotation. Sebuah e-procurement di suatu organisasi yang berskala besar umumnya
telah menggunakan sebuah portal pengadaan. Portal pengadaan adalah pintu
gerbang system informasi elektronik yang disediakan sebagai fasilitas transaksi
pengadaan barang/jasa serta seluruh informasi yang berhubungan serta diperlukan
untuk pengadaan barang/jasa bersangkutan (Sugiama, 2013).
Lebih
lanjut, Sugiama menyebutkan e-procurement
memiliki manfaat utama untuk
1. efisiensi
biaya,
2. meningkatkan
kecepatan dalam realisasi pengadaan,
3. menekan serendah
mungkin dan menghilangkan terjadinya KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme),
4. khususnya bagi
perusahaan, e-procurement dapat meningkatkan profit perusahaan tersebut
Sebuah
e-proc rungalingkupnya mencakup unsur:
1. Manajemen inden (Indent Management)
2. Pemilihan penyedia
barang/jasa secara elektronik (eTendering)
3. Pelelangan secara
elektronik (eAuctioning)
4. Manajemen
penjual/vendor (Vendor Management)
5. Manajemen daftar
spesifikasi barang, jenis barang, dan harga (e-Catalogue Management )
6. Manajemen Kontrak
(Contract Management)
Setiap
e-proc harus dilengkapi oleh SPSE
(sistem pengadaan secara elektronik), yakni sebuah aplikasi sistem informasi
secara elektronik untuk pengadaan. SPSE
yang dirancang dalam sebuah Antara e-proc beda definisi dengan e-tendering dan dengan e-purchasing.
E-tendering dimaksudkan hanya untuk
proses tender saja, sedangkan e-purchassing
untuk proses pembelian, dan ecatalog merupakan pembelian melalui penyediaan
katalog barang/jasa yang dapat kita beli, sedangkan e-proc lebih luas daripada kedua istilah tersebut.
Sebuah
e-proc dapat mencakup e-purchasing, e-catalog, e-tendering.
1.
E-tendering adalah rangkaian
kegiatan pemilihan penyedia aset secara elektronik dengan menggunakan sistem
pengadaan secara elektronik yang mulai dari pengumuman lelang sampai dengan
pengumuman penetapan pemenang untuk penyedia aset bersangkutan
2.
E-catalog adalah sebuah
sistem pembelian aset melalui sistem katalog elektronik atau e- catalog. Sebuah e-catalog dirancang oleh pihak yang petugas pegadaan untuk
menampung pihak penyedia mengisi dalam daftar barang yang akan diajukan oleh
penyedia bersangkutan
3. E-purchasing
dalam istilah sehari-hari dalam masyarakat lebih populer dengan istilah online
shoping atau pembelian secara online
melalui internet. Pada e-purchasing biasanya tidak menggunakan jaminan
penawaran. Hal demikian sebagaimana
biasanya dikenal dalam belanja secara online (Sugiama, 2019).